‘PEMERASAN GEREJA di Bandung : “Mereka minta Rp200 juta”

Bandung-
Menjijikkan !!, mungkin ini adalah kalimat yang tepat melihat situasi yang terjadi saat ini di Bandung.

Praktik dugaan pemerasan kembali dilakukan oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan terhadap beberapa gereja di sekitar kota Bandung, Jawa Barat, dikhawatirkan hal-hal seperti ini akan terus berlanjut apabila pemerintah tidak serius menyelesaikan kasus-kasus seputar izin pendirian tempat ibadah.

Hasil pertemuan Komnas HAM dengan sejumlah pimpinan gereja di Bandung, Jumat (03/06), menyebutkan ada beberapa ormas yang diduga memeras setidaknya ada tiga gereja di sekitar kota Bandung dengan dalih bangunan tempat ibadah itu tidak berizin.

Kepada BBC Indonesia, seorang pemimpin gereja di Bandung mengaku pernah diperas hingga sekitar Rp200 juta oleh orang-orang yang tergabung dalam ormas berlabel agama tersebut.

Menurut Komnas HAM, kasus pemerasan seperti itu akan terus berlanjut apabila pemerintah tidak mampu bersikap tegas dalam menghadapi kelompok-kelompok intoleran yang main hakim sendiri.

“Poin yang ingin diungkap oleh Komnas HAM adalah bahwa ketidaktegasan pemerintah terhadap aksi main hakim sendiri oleh kelompok intoleran itu berbuntut pada aksi premanisme, pemerasan dan kejahatan yang lain di kota Bandung,” kata komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahmat, Senin (06/06) sore.

Pengakuan gereja yang diperas :

Komnas HAM menolak menyebutkan nama gereja dan ormas yang dituduh melakukan pemerasan di kota Bandung, tetapi hasil penelusuran BBC Indonesia mengungkapkan salah-satu gereja yang menjadi korban pemerasan adalah Gereja Batak Karo Protestan, GBKP Bandung Timur.
Bangunan gereja itu terletak di Jalan Kawaluyan, Kecamatan Buah Batu, Bandung, Jabar.

Walaupun telah mendapatkan izin dari pemerintah sejak empat tahun silam, namun pimpinan gereja itu mengaku beberapa kali tetap didemo oleh sejumlah ormas yang menuding izin pembangunan gereja tidak sah.

“Berkali-kali didemo sehingga gereja sempat tidak bisa dipakai. Dan pada akhir 2015, justru ormasnya datang dan minta Rp200 juta supaya gereja bisa difungsikan kembali,” kata seorang tokoh gereja Bandung yang mengalaminya, kepada BBC Indonesia, Senin (06/06) malam.

Ia mengaku tentu saja menolak memenuhi tuntutan sekelompok orang-orang itu. “Permintaan itu tidak logis dan tentu tidak ada jaminan, apakah nanti kita tidak diperas lagi,” ujar salah seorang tokoh di gereja tersebut.

Ormas Garis membantah

Penolakan itu tentunya membuat mereka kembali didemo oleh orang-orang yang melakukan pemerasan serta beberapa ormas lainnya. “Tanggal 10 April lalu mereka demo lagi, mereka seperti mau menanamkan kebencian kepada warga sekitar gereja,” ungkap sang tokoh gereja itu lagi.

Sumber BBC Indonesia menyebutkan salah-satu ormas yang diduga terlibat dalam pemerasan beberapa gereja di sekitar Bandung adalah Gerakan Reformasi Islam atau Garis.

Tetapi salah-seorang pimpinan Gerakan Reformasi Islam, Afif Koswara membantah tuduhan bahwa pihaknya memeras pimpinan gereja GBKP Bandung Timur.

“Tidak benar itu. Enggak ada peras-memeras. Enggak benar itu,” kata Afif kepada wartawan BBC Indonesia, Heyder Affan, melalui sambungan via telepon, Senin (06/06) malam.

Menurutnya, selama ini pihaknya hanya menggelar unjuk rasa di depan gereja GBKP Bandung Timur karena pihaknya menuding bahwa izin pembangunan gereja itu tidak sah.

Sikap Polda Jabar

Dalam hal ini, Kepolisian Jawa Barat meminta Komnas HAM dan pimpinan gereja untuk melaporkan kasusnya sehingga mereka bisa menindak lanjutinya.

“Komnas HAM sudah berani mengungkap ada gereja yang diperas, bahwa ada ormas yang memeras, sebutkan saja siapa mereka. Laporkan saja kepada kami,” kata Kepala humas Polda Jabar, Komisaris besar Yusri Yunus.

Tokoh gereja GBPK Bandung Timur mengaku pihaknya kesulitan mengadukan kasus pemerasan karena minimnya bukti-bukti. “Kerja mereka rapi sekali,” ungkapnya tanpa menjelaskan lebih lanjut.

Masalah keamanan juga menjadi pertimbangan dirinya tidak melaporkannya ke polisi. “Mereka akan terus menganggu kita. Kadang-kadang bagus didiamkan saja,” tambahnya.

Tetapi, komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan concern atau kekhawatiran pihaknya bukan pada masalah pemerasan, tetapi lebih kepada apa yang disebutnya sebagai ketidak tegasan pemerintah dalam menindak aksi main sendiri oleh kelompok islam intoleran tersebut.

“Penggunaan kekuasaan seperti menyegel (bangunan tempat ibadah tidak berizin) itu seharusnya adalah otoritas pemerintah, bukan dan tidak boleh diambil oleh ormas-ormas tidak jelas seperti itu. Harus ada penegakan hukum,” kata Imdadun.

Semoga pemerintah dapat bertindak tegas dan mengingat bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, bahwa hal-hal seperti yang disebutkan diatas tidak bisa dibiarkan dan berlarut-larut.
Salam –

(occ).

You might also like More from author

Leave A Reply

Your email address will not be published.